Selasa, 01 Februari 2011

Bahaya Asam Bagi Kelangsungan Hidup Terumbu Karang



FLORIDA — Seperti  sebuah gigi yang direndam Coca-Cola, bukit koral, lobster dan para penghuni laut lain yang memiliki cangkang seperti kulit kerang akan segera keropos, akibat meningkatnya tingkat keasaman karena perubahan iklim.
Gas karbondioksida (CO2) yang ditebarkan ke atmosfer oleh pabrik-pabrik, kendaraan dan pembangkit tenaga listrik tidak hanya meningkatkan suhu udara. Tetapi juga menyebabkan apa yang para ilmuwan sebut dengan istilah “Pengasaman Samudera” karena sekitar 25% dari kelebihan CO2 yang tertebar itu terserap samudera.
Juga dikhawatirkan kemungkinan akan segera terjadi ancaman kepunahan organisme-organisme laut berbadan keras, seperti bukit koral yang telah berjuang untuk bertahan hidup seiring dengan meningkatnya suhu air, demikian yang dikatakan  para ilmuwan kelautan yang akan berkumpul pada sebuah konferensi bukit koral di Fort Lauderdale, Florida.
“Batas ambang waktu bertahan bagi bukit koral mungkin hanya hingga pertengahan abad ini saja, yaitu ketika mereka sudah tidak lagi dapat mereproduksi dirinya sendiri, maka mereka akan segera punah,” kata Chris Langson selaku guru besar tamu di Universitas Rosentiel School of Marine and Atmospheric Science di Miami.
“Kepunahan itu tidak akan segera terjadi. Mereka tidak akan punah tahun ini. Mungkin 50 atau 100 tahun lagi.”
Baru saat ini para ilmuwan menyadari ternyata pemanasan global dapat menurunkan nilai pH air laut dari samudera karena adanya reaksi kimia antara air dengan CO2. Di mana derajat pH diukur berdasarkan tingkat kebasaan ( basa pH di atas 7) atau keasaman (asam pH di bawah 7), di mana pH 7 berarti netral (tidak bersifat basa atau asam).
Nilai pH dari air laut sekitar 8,2 (bersifat basa) selama ratusan ribu tahun lamanya, tetapi sejak dimulainya era industri pada tahun 1800 telah mengalami penurunan sebesar 0,1.
Angka yang ditunjukkan Proyek Perubahan Iklim Badan pengawas PBB antar negara mengindikasikan akan menurun hingga angka 7,8 pada akhir abad ini dan beberapa ilmuwan bahkan mengkhawatirkan angka penurunannya mungkin dapat lebih drastis lagi.
Suatu hasil studi terbaru menyatakan bahwa CO2 di alam yang larut dalam perairan Italia sangat membahayakan terutama bagi organisme-organisme yang berkapur, seperti bukit koral yang tidak dapat bertahan dalam kondisi pH di bawah 7,6, kata Maoz Fine dari Interuniversity Institute untuk ilmu kelautan.
“Itu seperti merendam sebuah gigi ke dalam segelas coca-cola,” kata Fine kepada para wartawan pada konferensi di Fort Lauderdale.
Bila nilai pH air laut turun menjadi 7,6 akibat larutnya CO2 tersebut, maka itu adalah “Secara total dapat melenyapkan organisme-organisme yang berkapur,” katanya. “Itu sebenarnya sungguh dramatis dan sangat jelas sekali. Anda tidak membutuhkan seorang ahli untuk menelitinya.”
Bukit batu koral yang keras akan menjadi seperti bintang laut yang lunak karena tulang kerangkanya akan hancur di dalam larutan asam, katanya.
Sepotong batu koral percobaan tanpa tulang kerangka dapat bertahan hidup sampai dua tahun bila diletakkan sendiri dengan kondisi yang sesuai dalam laboratorium, kata Fine. Tetapi di habitat aslinya akan mudah menjadi santapan pemangsa, seperti ikan parrot, dan meningkatnya kerusakan akibat badai.
Seluruh bukit koral pada akhirnya akan runtuh karena kehilangan penopangnya, kata para ilmuwan tersebut.
Dampak yang berbahaya dari pengasaman samudera terhadap bukit batu koral tidak secepat yang disebabkan oleh bahaya pencemaran warna air, yang terjadi karena kondisi lingkungan yang berubah buruk, seperti peningkatan suhu, putusnya hubungan saling ketergantungan antara binatang laut bukit koral dan ganggang sel tunggal, yang mana dapat segera menyebabkan terjadinya pencemaran warna.
Tetapi ini sepertinya cobaan yang sangat berat bagi bukit koral untuk beradaptasi, dan akan berpengaruh pada seluruh bukit koral yang ada di planet bumi ini, kata Langdon.
Peneliti Simon Donner dari Universitas British Columbia mengatakan sudah sangat terlambat bagi dunia untuk menghindari perubahan iklim.
Apa yang harus dilakukan oleh para peneliti bukit koral adalah mengembangkan suatu cara untuk menyelamatkan bukit koral agar dapat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan, sehingga dapat mempertahankan keberadaannya 40 sampai 60 tahun lagi, hingga efek dari usaha menurunkan polusi industri mulai berpengaruh.
“Iklim ini ibaratnya seperti kapal yang besar. Dalam kasus kita, sebuah kapal besar Titanic akan menabrak gunung es. Hampir mustahil bagi kita agar Tiitanic tidak menabrak gunung es itu,” kata Donner.
“Apa yang kita perlu lakukan adalah berupaya sepenuhnya untuk melakukan apa saja yang dapat kita lakukan untuk memperlambat laju kapal—kita sangat berharap semoga bukit koral itu dapat menyelamatkan kita — dengan sedikit menggeserkan gunung es itu.

0 comments:

Posting Komentar

Archive

 

zoom-mycasebook. Copyright 2009 All Rights Reserved Free Wordpress Themes by Brian Gardner Free Blogger Templates presents HD TV Watch Shows Online. Unblock through myspace proxy unblock, Songs by Christian Guitar Chords