Kamis, 03 Februari 2011

Bagaimana Menjaga Jin Nuklir Tetap di Dalam Botol


alt
POS PEMERIKSAAN: Tentara Georgia di sebuah pos pemeriksaan pangkalan pelatihan militer di luar Tbilisi, pada 11 Januari 2011. Georgia telah menjadi fokus penyelundupan bahan nuklir selama beberapa tahun terakhir. (Vano Shlamov/AFP/Getty Images)
Proses yang berkaitan dengan globalisasi – penyebaran teknologi nuklir yang sensitif ke seluruh dunia, kemajuan cara-cara komunikasi dan transportasi, dan penyebaran pengetahuan di seluruh dunia melalui internet – telah memperburuk ancaman teroris nuklir.


Perhatikan contoh berikut:

November lalu dua orang Armenia mengaku bersalah dalam sebuah pengadilan rahasia atas penyelundupan uranium ke Georgia – bukti segar dari keberlanjutan bahaya-bahaya dari penyelundupan materi-materi nuklir di bekas Uni Soviet itu. Pada Maret dalam sebuah operasi penyergapan, pasangan itu ditangkap karena sedang berusaha menjual materi itu kepada para militan Islam.
Meskipun jumlah kecil, uranium itu berpotensi digunakan dalam hulu ledak nuklir atau bom. Insiden-insiden penyelundupan serupa juga terdeteksi di Georgia pada 2003 dan 2006, menunjukkan bahwa mantan blok Soviet itu tetap merupakan tempat yang lemah dalam keamanan nuklir, sementara fokus dunia ada pada Korea Utara dan Iran.


Insiden penyelundupan terbaru lain, kali ini di Kongo, di tahun 2008, ketika sekelompok pemberontak Rwanda di bagian timur negara itu berusaha untuk menjual enam kontainer yang diklaim uranium yang mengingatkan kembali pada hari-hari pemerintahan kolonial Belgia. Uranium Rwanda itu berasal dari tambang Shinkolobwe, yang dijual Belgia kepada AS pada 1943, dan ditutup tahun 1960. AS kemudian menggunakan uranium itu untuk membuat bom atom yang dijatuhkan ke Hiroshima.



Pakistan merupakan salah satu sumber mimpi buruk nuklir. Berita-berita kawat yang diterbitkan WikiLeaks mengungkapkan diplomat-diplomat AS yang panik gagal mengamankan aset-aset nuklir Pakistan. Satu berita kawat yang menyolok menunjukkan bagaimana, walaupun dengan usaha selama bertahun-tahun, Washington telah terbukti tidak mampu untuk membujuk para pejabat Pakistan untuk memenuhi kewajiban hukum mereka untuk mengembalikan ke AS – pasokan uranium yang tersimpan di reaktor penelitian sipil Pakistan.



Pada 21 Desember 2010, AS dan Republik Demokratik Kongo menandatangani perjanjian untuk mencegah perdagangan materi-materi nuklir dan radioaktif. AS telah menyelesaikan pakta-pakta yang sama dengan Armenia, Georgia, Kazakhstan, Kyrgyzstan dan Ukraina.



Bahaya Nuklir

Sedangkan di depan umum pejabat AS telah menawarkan komentar-komentar yang meyakinkan tentang keamanan nuklir Pakistan, kawat-kawat itu memperingatkan bahwa pertumbuhan ekstrimis Islam dan kompleksitas senjata-senjata nuklir Pakistan meningkatkan resiko bahwa kedua fenomena bisa memicu teroris Islam meledakkan perangkat nuklir Pakistan – mungkin di Times Square (AS), target dimana sebuah bom mobil Pakistan gagal awal tahun lalu.


Sebuah ledakan konvensional di Times Square pada jam sibuk dapat menghasilkan korban yang mengerikan. Tapi jika sebuah senjata termasuk bahan radioaktif diselundupkan dari Pakistan, AS akan merasakan penderitaan yang paling mengerikan dari tindakan terorisme dalam sejarah dunia. Kerugian yang terjadi akan lebih buruk daripada serangan 11 September. Orang-orang akan menghindari daerah terkontaminasi, mereka yang beresiko akan mencari perawatan medis, dan jaringan transportasi global akan lumpuh.



Para teroris Islam telah melancarkan beberapa serangan terhadap situs nuklir Pakistan dalam beberapa tahun terakhir, termasuk fasilitas penyimpanan rudal nuklir di Srgodha, sebuah pengkalan udara nuklir di Kamra dan situs perakitan senjata nuklir di Wah. Berita-berita kabel Leaked mengutip kekhawatiran Rusia dan AS atas “akses orang dalam” ke komplek nuklir yang terbentang luas di negara itu, menunjukkan resiko jelas bahwa beberapa dari 130.000 orang yang dibekerja di pengembangan nuklir Pakistan itu mungkin membantu para teroris Islam untuk menyerang target-target Barat.



Pada Februari 2009, Duta Besar AS menulis bahwa "perhatian utama kami tidak pada seorang militan Islam yang mencuri seluruh persenjataan melainkan seseorang yang berkesempatan bekerja di fasilitas-fasilitas GOP [Government of Pakistan] yang bisa secara bertahap menyelundupkan keluar bahan yang cukup untuk membuat sebuah senjata.”



Untungnya, globalisasi juga telah menyediakan pembela-pembela untuk melawan terorisme nuklir dengan alat-alat untuk menghadapinya. Pemerintah AS mendirikan sebuah pertahanan diri multi lapis – memperkuat inisiatif untuk melawan ancaman-ancaman ini berdasarkan koalisi dengan pemerintah-pemerintah internasional, beberapa di antaranya adalah pesaing keamanan yang telah berlangsung lama.



Lapisan Pertahanan

Lapisan pertama melibatkan penguncian materi-materi berbahaya nuklir; lapisan kedua adalah berusaha mencari materi nuklir terlarang yang “sedang bergerak” melalui berbagai jaringan penyelundupan internasional; lapisan terakhir terdiri dari hambatan-hambatan yang didirikan di pos-pos perbatasan AS dan titik-titik masuk lainnya.


Pencegahan melibatkan menghambat sejumlah materi nuklir tidak aman melalui berbagai pengendalian senjata, pelucutan dan pengurangan tindakan ancaman. Selain itu, pencegahan mencakup langkah-langkah keamanan fisik seperti mengkonsolidasikan bahan nuklir di sejumlah situs yang dilindungi dan dipantau, sesuatu yang telah dilakukan AS dengan komplek nuklirnya sendiri dalam beberapa tahun terakhir.



Langkah-langkah lapisan kedua berfokus pada pelarangan yang mencakup inisiatif untuk mencegah atau mengambil bahan nuklir yang telah lolos dari kontrol keamanan. Di akhir Desember, Domestik Nuclear Detection Office AS mengirimkan “rencana strategi” yang telah lama ditunggu kepada Kongres untuk mendirikan sebuah arsitektur pendeteksian nuklir global. Idenya adalah untuk menciptakan di seluruh dunia jaringan sensor, komunikasi, personal dan elemen-elemen lain untuk mendeteksi dan melaporkan pergerakan potensial dari bahan atau senjata nuklir dan radioaktif terlarang.

Bantuan lain adalah berupaya untuk meningkatkan kemampuan penjagaan perbatasan dan garis pantai mereka untuk menghalangi para pedagang nuklir. Misalnya, Februari 2007, perjanjian AS dengan Georgia mengidentifikasi 50 daerah prioritas untuk aksi bersama untuk meningkatkan kemampuan Georgia, khususnya yang berkaitan dengan penegakan hukum, untuk melawan penyelundupan nuklir.


Garis pertahanan AS terakhir ini bertujuan untuk memperkuat pertahanan pelabuhan-pelabuhan masuk AS serta penyeberangan perbatasan yang tidak sah lainnya terhadap penyelundupan nuklir. Sebagai contoh, sekarang hampir semua kargo kontainer yang memasuki pelabuhan-pelabuhan AS di-scan untuk bahan radioaktif yang dapat digunakan untuk membuat senjata nuklir atau lebih mungkin seperti sebuah “bom kotor,” sebuah perangkat yang menggunakan bahan peledak konvensional untuk memuntahkan bahan radioaktif di area yang luas, bahkan dengan tidak adanya peledakan nuklir.



Langkah-langkah ini dilengkapi dengan berbagai program domestik untuk mengamankan bahan nuklir dan teknologi AS dari penyalahgunaan. Ambil sebuah contoh, peraturan-peraturan baru sekarang mempunyai kontrol lebih baik terhadap penjualan dan penyimpanan zat radioaktif di rumah sakit dan universitas AS.

Ancaman dari terorisme nuklir bahkan memiliki dampak yang ramah terhadap politik-politik internasional. Meskipun perbedaan-perbedaan mereka atas isu-isu keamanan internasional, Rusia dan AS berkolaborasi dengan baik melawan ancaman-ancaman terorisme nuklir. Di 2006, sebagai contoh, mantan presiden Vladimir Putin dan George Bush meluncurkan sebuah Inisiatif Global baru untuk Melawan Terorisme Nuklir.


Banyak negara lain – termasuk negera bersenjata nuklir China, India dan Pakistan – telah bergabung dengan Inisiatif ini, yang tidak seperti fokus-fokus inisiatif nonproliferasi umumnya dalam mengurangi bahaya terorisme nuklir dengan melibatkan berbagai aktor publik dan privat secara luas. Sebagai contoh, pertukaran pelatihan-pelatihan terbaik personal penegak hukum lokal dengan mitra asing dibawah rubriknya. Mereka juga bekerja dengan perusahaan swasta untuk memperkuat keamanan di pembangkit nuklir sipil.



Meskipun tidak terdapat kesepakatan antara China dan AS atas bagaimana untuk merespon aktivitas nuklir Iran, Pakistan dan Korea Utara, mereka dan pemerintahan lain berbagi kepentingan dalam memerangi terorisme nuklir transnasional yang mungkin menyerang target mana pun di dunia, apakah itu Washington, London atau Beijing. (EpochTimes/khl)



Richard Weitz adalah rekan senior dan direktur Pusat Analisis Politik-Militer, Hudson Institute, di Washington, DC. Dia dapat dihubungi di Weitz@Hudson.org. Dengan izin dari YaleGlobal Online. Copyright © 2010, Yale Center for the Study of Globalization, Yale University.

0 comments:

Posting Komentar

Archive

 

zoom-mycasebook. Copyright 2009 All Rights Reserved Free Wordpress Themes by Brian Gardner Free Blogger Templates presents HD TV Watch Shows Online. Unblock through myspace proxy unblock, Songs by Christian Guitar Chords