Rabu, 02 Februari 2011

Realitas : Sebuah Ilusi Belaka (2)


alt
Pemandangan alam semesta terlihat dengan foto komposit Teleskop Hubble. Apakah alam semesta kita hanyalah sebuah hologram? (NASA/GETTY IMAGES)

"Kepada mereka saya katakan, kenyataan adalah tidak lebih dari sebuah bayangan imajinasi." — Plato, cuplikan dari The Republic.

Bayangan dan warna cahaya adalah sebuah proyeksi kasar dari kenyataan yang "lebih nyata". Alam semesta yang kita tempati adalah lebih dari sebuah ilusi belaka, dimana tubuh, pikiran, dan planet-planet adalah bagian dari trik sulap luar biasa yang bahkan tidak memerlukan pesulap dan penonton.
Ilmuwan di Hanover, Jerman, bekerja pada GEO 600, yakni sebuah alat pendeteksi gelombang gravitasi, mereka percaya telah menemukan "butiran" di suatu dimensi waktu yang mengindikasikan bahwa alam semesta kita ini tidak lebih hanya sebuah hologram raksasa.
Mereka percaya bahwa GEO 600, bekerja dengan cara yang sama seperti layaknya gambar digital, yaitu kehilangan resolusi seiring dengan peningkatan ukurannya secara signifikan, gangguan pada detektor ketika waktu foto diambil bisa diartikan sebagai keterbatasan resolusi alam semesta seperti layaknya kemampuan mata manusia. Terdapat titik pasti dimana hologram realitas mulai menampakkan "pixelnya".
Para ilmuwan menduga bahwa ketepatan GEO 600 mampu mendeteksi variasi gelombang membujur dalam skala atom, sehingga mampu menemukan butiran terkecil yang terdiri dari alam semesta hologram tiga dimensi, yang diproyeksikan dari batasan dua dimensi dalam interiornya.
Anda dan saya, hanyalah hologram
Idea alam semesta hologram bukan hal baru. Pada era 1990-an, ilmuwan Leonard Susskind dan Gerard Hooft mengatakan bahwa prinsip sama yang menghasilkan gambar dua dimensi pada permukaan datar yang terlihat tiga dimensi bisa diaplikasikan pada seluruh alam semesta.
Kemudian mengapa indera kita memahami realitas secara berbeda dan "besar" jika kita terlihat tidak lebih dari sebuah bayangan pada layar datar? Masalahnya mungkin bahwa mata dan lensa teleskop kita sesuai dengan realitas dari hologram alam semesta tersebut.
Hal kedua yang perlu dipertimbangkan adalah otak organik manusia mungkin juga adalah sebuah ilusi, tidak pernah dapat memahami alam semesta dengan dimensi lebih banyak atau lebih sedikit daripada yang telah dipahami.
Ahli Neuropsikologi Karl Pribram, pendiri Center of Celebral Research di University of Radford, Virginia, memahami bahwa otak manusia adalah sebuah hologram yang berusaha mengartikan hologram alam semesta, secara matematika menyusun artian frekuensi realitas dari dimensi lain, sebuah bidang realitas penting yang melebihi ruang dan waktu.
Tetapi teori alam semesta hologram dua dimensi bertentangan dengan teori multi dimensi yang dimunculkan dari akar teori superchord. Sebelum adanya hipotesa kontroversial ini, banyak ilmuwan telah menduga bahwa alam semesta adalah hologram atau ilusi yang diciptakan oleh partikel dalam sebuah kekosongan. Tetapi semua usaha ilmuwan untuk memahami kenyataan ditengah fatamorgana telah terperangkap dalam pengaturan yang penuh teori-teori yang tak bisa dibuktikan.
Banyak ilmuwan garis depan berpikir bahwa penerobosan gangguan medan fisika quantum dan relativitas dapat menjelaskan fenomena yang selalu diperdebatkan dalam bidang ilmiah tersebut, seperti teori pikiran manusia tidak berhubungan dengan otak, teori pengalaman orang menjelang kematian, kemampuan melihat jarak jauh, dan mengetahui suatu kejadian sebelum terjadi.
Apapun kasusnya, kisah Plato dari zaman dahulu itu terlihat sebagai pilihan paling rasional saat ini untuk menjelaskan pengalaman sehari-hari yang nyata bahwa otak kita mengartikan hal-hal yang nyata di dunia saja. 

0 comments:

Posting Komentar

Archive

 

zoom-mycasebook. Copyright 2009 All Rights Reserved Free Wordpress Themes by Brian Gardner Free Blogger Templates presents HD TV Watch Shows Online. Unblock through myspace proxy unblock, Songs by Christian Guitar Chords