Sabtu, 21 Juli 2012
Sejarawan Soal Kain Kafan Yesus dari Turin
Published :
03.08
Sejarawan gereja Antonio Lombatti menjelaskan bahwa kain kafan dari Turin, bukan kain kafan asli. Berdasarkan penelitian yang dilakukan sang sejarahwan ini, kain kafan itu beredar pada abad pertengahan. Tapi sebagian besar sudah dihancurkan.
Kain kafan dari Turin itu hanya satu dari 40 temuan yang disebut sebagai kain pemakaman Yesus. Gereja Katolik sendiri sampai sekarang tidak pernah mengkalim dan menyebut bahwa kain kafan itu asli. Dan hal ini sudah lama menjadi perdebatan di kalangan para sejarawan.
Menurut Lombatti, kain kafan Turin tampaknya berasal dari Turki sekitar 1.300 tahun setelah penyaliban Yesus. Kain ini memperlihatkan gambar pria berjenggot yang dinilai mirip dengan Yesus. Kain palsu ini dihormati selama berabad-abad sebagai kain pemakaman Kristus.
Ilmuwan yang berasal dari Università Popolare ini mengutip sejarawan Perancis abad 19. Pakar sejarah tersebut telah meneliti dokumen kuno abad pertengahan yang masih bisa dipertahankan.
"Kain kafan Turin hanya satu dari banyak kain kafan yang beredar di dunia Kristiani selama abad pertengahan. Ada minimal 40 temuan," ujar peneliti asal Parma, Italia ini.
"Sebagian besar dihancurkan ketika Revolusi Perancis. Ada yang menunjukkan gambar Yesus, memiliki jejak tetesan darah, dan lainnya hanya kain putih," imbuhnya seperti dilansir dari Daily Mail.
Kain kafan Turin ini terbuat dari kain linen dengan ukuran persegi 14x14 kaki. Bagian depan dan belakang menunjukkan gambar pria berjenggot terbaring telanjang setelah mengalami penyiksaan.
Detail gambar kain telah diungkap menggunakan negatif foto pada akhir abad 19. Semenjak itu, kain Turin menarik perhatian orang untuk berkunjung ke Gereja Katedral Pembaptis Yohanes di Turin.
Lombatti mengatakan kafan ini kemungkinan diberikan kepada ksatria Perancis, Geoffroy de Charny sebagai kenangan perang salib ke Smyrna, Turki pada 1346. Keluarga de Charny tercatat sebagai pemilik pertama kafan ini. Penelitian Lombatti diterbitkan bulan ini dalam jurnal ilmiah Studi Medievali.
VIVAnews
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar