Perbandingan hasil scan otak orang yang bermeditasi (kanan) dan tidak (kiri) (dailymail.co.uk)
Hubungan antara ilmu sains dan agama selalu menjadi topik yang kontroversial di mana-mana. Sampai hari ini, kedua elemen tersebut sulit untuk dicampuradukkan.
Namun, gambar di bawah ini menunjukkan apa yang terjadi pada otak seorang beragama ketika berpikir tentang Tuhan. Seorang ilmuwan bernama Dr Andrew Newberg melakukan scan pada otak orang yang sedang melakukan doa, meditasi, dan berbagai ritual agama lainnya.
Newberg adalah penganut kuat salah satu ilmu sains yang kontroversial, yang dikenal dengan neurotheology. Ilmu sains ini coba mempelajari hubungan antara otak dan agama atau konsep Ketuhanan.
Sebagai bagian dari penelitiannya, Newberg mempelajari aktivitas otak umat Buddha Tibet sebelum dan selama meditasi. Saat meditasi, cuping otak bagian depan menunjukkan aktivitas yang lebih banyak ketimbang keadaan otak diam. Dia mengidentifikasi efek ini sebagai pengalaman agama seseorang yang melakukan meditasi.
Namun, gambar di bawah ini menunjukkan apa yang terjadi pada otak seorang beragama ketika berpikir tentang Tuhan. Seorang ilmuwan bernama Dr Andrew Newberg melakukan scan pada otak orang yang sedang melakukan doa, meditasi, dan berbagai ritual agama lainnya.
Newberg adalah penganut kuat salah satu ilmu sains yang kontroversial, yang dikenal dengan neurotheology. Ilmu sains ini coba mempelajari hubungan antara otak dan agama atau konsep Ketuhanan.
Sebagai bagian dari penelitiannya, Newberg mempelajari aktivitas otak umat Buddha Tibet sebelum dan selama meditasi. Saat meditasi, cuping otak bagian depan menunjukkan aktivitas yang lebih banyak ketimbang keadaan otak diam. Dia mengidentifikasi efek ini sebagai pengalaman agama seseorang yang melakukan meditasi.
Namun, bagaimanapun hasil scan ini bisa jadi hanya gambar yang berbeda dari apa yang terjadi pada otak saat orang bermeditasi ketimbang menghubungkannya dengan agama.
Tak heran. Sejak awal kemunculannya,neurotheology terus menuai kritik pedas dan diserang sengit oleh akademisi-akademisi lain yang mengatakan ilmu itu tidak cukup disiplin dan kuat untuk dijadikan dasar. Lagipula, konsep ketuhanan dan sains tak bisa dihubungkan dengan cara ini. Meski ini bukan kali pertama aktivitas otak dan meditasi dipelajari.
Sebelumnya, tepatnya bulan lalu, sebuah studi yang yang dilakukan University of Oregon menemukan bahwa orang yang bermeditasi dapat memperkuat otak mereka. Hal ini dibuktikan dengan sesi pelatihan meditasi selama setengah jam pada hari kerja selama satu bulan penuh pada sejumlah orang di satu kelompok.
Sementara kelompok lainnya juga menerima jumlah bimbingan yang sama, yakni 11 jam, dengan teknik relaksasi dasar. Hasilnya: koneksi otak orang-orang di dalam kelompok meditasi mulai terlihat kuat setelah latihan enam jam. Perbedaan semakin jelas ketika menginjak 11 jam. Perubahan struktural ini merupakan serat hubungan terbesar pada anterior cingulate, bagian dari otak yang mengatur emosi dan perilaku.
"Kami mengevaluasi apa yang terjadi pada otak manusia saat mereka melakukan praktik spiritual seperti meditasi dan doa," kata Newberg, dikutip VIVAnews dari Daily Mail, Senin 21 Desember 2010.
"Ini benar-benar membuka mata kita untuk mengetahui apa yang terjadi ketika mereka orang-orang religius melakukan doa, meditasi, atau praktik-praktik keagamaan dan spiritiual. Dan, terlihat jelas perbedaannya antara otak yang melakukan meditasi dan tidak," tandasnya.
"Bagi orang-orang yang ingin berargumentasi, menentang, menolak atau mengkritik hasil temuan kami, dan menganggap temuan ini tidak lebih dari fenomena biologis, kami menerima simpulan itu. Tetapi, data di atas juga tidak secara spesifik menghilangkan gagasan bahwa ada kehadiran agama, rohani, dan Tuhan, di dunia," pungkas Newberg.
Tak heran. Sejak awal kemunculannya,neurotheology terus menuai kritik pedas dan diserang sengit oleh akademisi-akademisi lain yang mengatakan ilmu itu tidak cukup disiplin dan kuat untuk dijadikan dasar. Lagipula, konsep ketuhanan dan sains tak bisa dihubungkan dengan cara ini. Meski ini bukan kali pertama aktivitas otak dan meditasi dipelajari.
Sebelumnya, tepatnya bulan lalu, sebuah studi yang yang dilakukan University of Oregon menemukan bahwa orang yang bermeditasi dapat memperkuat otak mereka. Hal ini dibuktikan dengan sesi pelatihan meditasi selama setengah jam pada hari kerja selama satu bulan penuh pada sejumlah orang di satu kelompok.
Sementara kelompok lainnya juga menerima jumlah bimbingan yang sama, yakni 11 jam, dengan teknik relaksasi dasar. Hasilnya: koneksi otak orang-orang di dalam kelompok meditasi mulai terlihat kuat setelah latihan enam jam. Perbedaan semakin jelas ketika menginjak 11 jam. Perubahan struktural ini merupakan serat hubungan terbesar pada anterior cingulate, bagian dari otak yang mengatur emosi dan perilaku.
"Kami mengevaluasi apa yang terjadi pada otak manusia saat mereka melakukan praktik spiritual seperti meditasi dan doa," kata Newberg, dikutip VIVAnews dari Daily Mail, Senin 21 Desember 2010.
"Ini benar-benar membuka mata kita untuk mengetahui apa yang terjadi ketika mereka orang-orang religius melakukan doa, meditasi, atau praktik-praktik keagamaan dan spiritiual. Dan, terlihat jelas perbedaannya antara otak yang melakukan meditasi dan tidak," tandasnya.
"Bagi orang-orang yang ingin berargumentasi, menentang, menolak atau mengkritik hasil temuan kami, dan menganggap temuan ini tidak lebih dari fenomena biologis, kami menerima simpulan itu. Tetapi, data di atas juga tidak secara spesifik menghilangkan gagasan bahwa ada kehadiran agama, rohani, dan Tuhan, di dunia," pungkas Newberg.
0 comments:
Posting Komentar