Kamis, 24 Maret 2011

ASI Wanita Rusia Terkontaminasi Polutan



Dari pengamatan, diketahui bahwa polutan HCB, DDT, dan HCH yang ada di air susu ibu yang ada di kawasan barat laut Rusia kadarnya jauh lebih tinggi dibanding milik ibu-ibu yang tinggal di Norwegia. (AP Photo)

Wanita-wanita yang tinggal di kawasan barat laut Rusia lebih terekspos terhadap racun dibanding wanita yang tinggal di Norwegia. Meski demikian, peneliti tetap menyarankan wanita di negeri itu tetap memberi ASI pada bayi mereka.

Temuan itu diungkapkan oleh Anuschka Polder, peneliti yang tengah menyusun disertasinya di Norwegian School of Veterinary Science,
Oslo, yang mengamati dan membandingkan kualitas air susu ibu wanita-wanita Norwegia dan Russia dan juga polutan pada makanan negara tersebut.

Dari pengamatan, diketahui bahwa polutan HCB, DDT, dan HCH yang ada di air susu ibu yang ada di kawasan barat laut Rusia kadarnya jauh lebih tinggi dibanding milik ibu-ibu yang tinggal di Norwegia. Alasannya adalah akibat dari makanan yang mereka konsumsi dan tempat tinggal mereka yang dekat di kawasan industri berat.

“Karena sifatnya yang larut dalam lemak, persistent organic pollutants (POPs) dan bahan kimia lain bisa berakumulasi saat mereka melewati rantai makanan sampai ke manusia,” kata Polder seperti dikutip dari Science Daily, 23 Maret 2011.

Substansi ini, kata Polder, diserap oleh jaringan lemak tubuh dan bisa ditransmisikan ke janin dan bayi lewat susu ibu. Padahal, banyak POPs yang diperkirakan memiliki efek merugikan terhadap sistem pertahanan tubuh manusia, reproduksi, dan perkembangan sistem syaraf.

Banyak sumber masuknya POPs ke tubuh. Makanan, lingkungan kerja, kedekatan dengan kawasan industri, faktor etnik, usia, jumlah anak, dan merokok bisa mempengaruhi level POPs di tubuh manusia. 

Dalam kasus Rusia, ditemukan hubungan antara POPs dengan polusi industri. Adapun di kedua negara, Rusia dan Norwegia, ditemukan hubungan antara level POPs dengan usia atau jumlah anak dalam keluarga.

Namun demikian, meski polutan di air susu ibu memiliki kadar yang lebih tinggi dibanding yang direkomendasikan oleh Joint FAO/WHO Expert Committee of Food Additives (JEFCA), tetapi kadarnya sudah semakin menurun. Ini karena dunia internasional telah mengimplementasikan standar untuk mengurangi produksi dan penggunaan zat kimia yang berpotensi menjadi polutan di tubuh.

Dalam penelitiannya Polder menyimpulkan, ia mendukung rekomendasi WHO bahwa wanita-wanita di kawasan itu hanya memberi bayinya dengan ASI selama enam bulan pertama.

• VIVAnews

0 comments:

Posting Komentar

Archive

 

zoom-mycasebook. Copyright 2009 All Rights Reserved Free Wordpress Themes by Brian Gardner Free Blogger Templates presents HD TV Watch Shows Online. Unblock through myspace proxy unblock, Songs by Christian Guitar Chords